Selasa, 02 Juni 2009

Remaja & Narkoba


NARKOBA (narkotik, alkohol, dan obat-obatan berbahaya) semakin menjadi persoalan yang ramai dibicarakan. Narkotika memang telah menjadi bencana dunia yang menjadi perhatian serius. Disinyalir banyak kalangan, jaringan pengedaran narkotika semakin meningkat dengan tercium adanya keberadaan sindikat narkotika internasional. Banyak orang telah mendengar nama narkotika, namun banyak orang tidak tahu model barang ini, akibat yang ditimbulkan dan siapa yang akan lebih cepat terjerumus ke dalam penyalagunaan narkotika. Sebagai langkah antisipasi sekaligus mewaspadai menjangkitnya penyakit sosial ini, sebaiknya kita perlu mencari akar dan menentukan solusi terbaik agar masyarakat kita tidak dirusakkan oleh narkotika. Sebab kalau tidak, hal ini akan berdampak sangat luas terhadap pembangunan masyarakat seluruh dan seutuhnya.

Remaja dan narkoba
Dunia Kedokteran melaporkan bahwa sekitar 70 persen pelaku penyalagunaan narkotika adalah para remaja. Siapa itu remaja? Definisi umumnya adalah "sekelompok manusia yang tidak mau dianggap anak-anak, tetapi belum mampu menempati dunia dewasa. Mereka berada pada jenjang tengah; tidak disebut anak kecil lagi - belum disebut orang dewasa. Intinya sedang dalam perjalanan menuju kedewasaan." Dan umur remaja biasanya berkisar 13-21 tahun, umur sekolah. Bayangkan pada usia begini muda sudah terkena racun narkotika.

Yang populer saat ini bagi pemakai Narkoba adalah sebagai berikut:

Candu/ madat atau opium, yaitu narkotika yang dinikmati pakai pipa isapan. Dari candu atau opium ini bisa dihasilkan morfin yang berbentuk tepung licin dan halus keputih-putihan atau kuning. Morfin sangat berbahaya karena denyut jantung dan tubuh akan sangat lemah. Morfin biasa dipakai dengan menyuntik pada lengan dan paha.

Heroin, dihasilkan melalui proses kimia atas bahan baku morfin. Heroin yang diedarkan sering dalam bentuk bubuk berwarna putih keabu-abuan atau coklat. Dinikmati dengan jalan mencium narkotika ini. Kalau pakai suntik, si pemakai sangat menderita dan akhirnya bisa mati.

Shabu shabu adalah heroin kelas2, yang dihisap dengan menggunakan suatu alat khusus,

Ecstasy/ Metamphetamines dalam bentuk pil yang berakibat kondisi tubuh memburuk dan tekanan darah semakin tinggi. Gejalanya: suka bicara, rasa cemas dan gelisah, tak dapat duduk dengan tenang, denyut nadi terasa cepat, kulit panas dan bibir hitam, tak dapat tidur, bernapas dengan cepat, tangan dan jari selalu bergetar.

Putauw , sebenarnya heroin kelas 5 atau 6 , yang merupakan ampas heroin, digunakannya yaitu dengan cara membakar dan dihisap asapnya.

Ganja atau mariyuana. Ganja paling banyak dipakai. Mungkin karena akibatnya yang tergolong tidak terlalu berbahaya bagi jiwa dan syaraf pemakai.

Hashish. Berbentuk tepung dan warnanya hitam. Ia dinikmati dengan cara diisap atau dimakan. Narkotika jenis yang kedua ini dikatakan agak tidak berbahaya hanya karena jarang membawa kematian.

Dari hasil penelitian tim kepolisian atas kasus-kasus narkotika yang terjadi, diambil kesimpulan bahwa yang terbanyak terlibat dalam narkotika adalah anak remaja. Mengapa harus anak remaja? Salah siapa? Mereka sendiri, keluarga atau lingkungan? Apa jalan keluar yang harus diambil agar tidak lebih banyak anak remaja kita terjerumus?
***

MENCARI akar sebuah persoalan bukan pekerjaan gampang. Demikianlah usaha kita melacak penyebab sekaligus memberikan solusi yang tepat guna mengatasi penyalagunaan narkotika oleh kaum remaja. Alasan keterlibatan remaja dalam narkotika harus dilihat secara komprehensif. Tidak secara sepihak, artinya tidak boleh mempermasalahkan lingkungan masyarakat semata melainkan juga melihat keadaan keluarga sekaligus mempertimbangkan hukum kodrat remaja yang bisa dikatakan sebagai elemen tertentu turut menjadikan remaja terlibat dalam narkotika.

Faktor keluarga

Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami problema-problema tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka. Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga tidak merasa betah. Akhirnya orangtua sering minggat dari rumah atau pergi sampai larut malam. Kemana anak harus berpaling?

Berhadapan dengan situasi demikian, remaja merasa bimbang, bingung dan ketiadaan pegangan dalam hidupnya. Kebimbangan mereka semakin diperparah oleh sikap orangtua yang mengkambinghitamkan mereka. Lebih parah lagi kalau sikap ini lahir dari watak orangtua yang otoriter dan feodalistik. Remaja akhirnya menjadi takut dan mencari sendiri pegangan hidupnya. Dalam pencaharian inilah mereka akhirnya terjerumus ke dalam narkotika. Para remaja sesuai dengan umurnya, suka bergaul dengan kelompoknya. Tidak mustahil mereka menceburkan diri ke dalam kelompok narkotika. Lebih lagi kalau anak merasa orangtua di rumah sangat tidak bersahabat.

Faktor ketidakharmonisan dalam keluarga punya relasi saling mempengaruhi yang sangat kuat dengan kenyataan biologis-psikologis kodrati remaja sebagai manusia. Dikatakan bahwa usia remaja adalah usia serba tidak pasti, penuh gejolak. Remaja, di satu pihak, ingin melepaskan diri dari pengaruh orangtua. Namun di lain pihak ia belum sepenuhnya berdiri sendiri. Dengan demikian jika orangtua tidak bisa bertindak untuk dapat dipercayai sekaligus mengayomi, maka remaja akan mencari tempat sandaran lain berupa kelompok para remaja yang tidak tertutup kemungkinan telah terlibat narkotika. Umur remaja pun adalah umur serta bertanya dan mencari tahu. Kepada siapa mereka harus bertanya jika orangtua hanya punya waktu bertengkar dan terus keluar rumah? Tidak mustahil mereka akhirnya mau mencoba sendiri seperti apa rasanya narkotika itu. Narkotika akhirnya bisa dilihat oleh remaja sebagai pengganti kasih sayang dan perhatian yang tidak mereka alami dari orangtua di rumah.

Namun bukan berarti orang tua harus mengendurkan sikap dalam pendidikan anak. Pendidikan anak tetap harus secara solid, namun hendaknya orang tua harus bijak dalam bersikap dan tahu dimana, dan kapan kita harus lembut, dan keras. Ingat anak adalah investment yang tak ternilai untuk keluarga, bukan Stock, mobil, dan properties mewah. Sebagai orang tua tak jarang kita harus korbankan kesenangan dan kepentingan kita demi mendidik anak kita sendiri. Luangkan waktu Anda untuk belajar mendidik anak, jangan pikir bahwa kita orang tua sudah tahu segalanya, perkembangan zaman juga menuntut reformasi dibidang pendidikan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar